Senin, 28 September 2015

MENGGAPAI FILSAFAT LEBIH DEKAT



MENGGAPAI FILSAFAT LEBIH DEKAT

Pada kesempatan ini, saya akan merefleksikan hasil dari kuliah filsafat pada Selasa tanggal 22 september 2015, pukul 11.10-12.50, diruangan 305b lantai tiga gedung pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta berlangsung dengan dosen pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Pada kesempatan kali ini merupakan kesempatan yang sangat luar biasa bagi kami karena diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat dengan filasat dengan bertanya dan dijawab langsung oleh Prof. Dr Marsigit, M.A.
Pertanyaan Pertama: Oyaa, Terima kasih bapak. Menurut sudut pandang Filsafat, mengapa siswa cenderung memilih cara yang mudah atau instan dalam pembelajaran matematika?
Jawaban Pertanyaan Pertama:  Menanggapi pertanyaan di atas, Prof. Dr Marsigit,MA mengemukakan bahwa pertanyaan yang disampaikan berbuhungan dengan budaya instan. Budaya instan ini telah dipublikasikan di  https://uny.academia.edu/MarsigitHrd oleh Prof. Dr Marsigit,MA dalam tulisan yang berjudul Narasi Besar Politik dan Ideologi Pendidikan Dunia. Intisari dari budaya instan ini adalah atmosfer sudah pada kehidupannya atau sudah saatnya kehidupan seperti itu. Artinya kalau ada yang mudah kenapa yang dipersulit. Perjuangan dalam arti yang lain adalah ketika kita mengubah tesis menjadi anti-tesisnya maksudnya disini adalah kalau bisa mengerjakan yang sulit mengapa harus mengerjakan yang mudah. Hal tersebut didengar tak begitu jelas, diucapkan mudah, tetapi dilaksanakan mudah. Silakan anda uji diri anda, jika dari dua kata ini dilaksanakan maka dampaknya sangat luar biasa yakni dunia akhirat. Secara psikologis, ada dua keadaan (1) “kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit” dan (2) “kalau bisa mengerjakan yang sulit kenapa harus yang mudah” ini adalah keadaan yang berbeda. Jika idenfikasi perbedaan  kedua pernyataan ini keadaan (1) cenderung dalam keadaan senang dalam zona aman dan nyaman, tidak mau meningkatkan kemampuan diri, santai, mudah menyerah, tidak ingin berkembang, tak mau bekerja keras, motivasi rendah, defensif, tidak kreatif, masa bodoh, nrimo ing pandum dan lain-lain.  Sementara keadaan (2) merupakan cenderung mempunyai sifat mau berkembang, kreatif, cerdas, bekerja keras, ingin tau tinggi, motivasi tinggi, dan lain-lain. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa hidup itu adalah interaksi antara keadaan pertama dan keadaan kedua. Jika menginginkan kehidupan yang lebih baik maka hijrahlah dari keadaan (1) ke keadaan (2).
Pertanyaan Kedua: Bagaimana pandangan filsafat tentang pendapat “stephan walking” tentang penciptaan alam semesta kaitanya dengan objek filsafat “Ada dan yang Mungkin Ada”?
Jawaban Pertanyaan Pertanyaan Kedua:
Menanggapi pertanyaan kedua Prof. Dr Marsigit,MA mengklarifikasi bahwa pertanyaan tersebut mengenai pandangan agama tentang nenek moyang manusia adalah seekor kera seperti yang diungapkan dalam teori Darwin. Dalam agama apapun percaya bahwa manusia pertama di dunia adalah Adam AS. Menurut teori darwin mengenai evolusinya “jika tiap hari manusia belajar untuk terbang maka dalam kurun waktu yang cukup lama kegiatan ini dilakukan maka dalam kurun waktu bermilyar-milyar keturunan, bermilyar-milyar tahun harapannya nanti manusia mempunyai kemampuan untuk terbang.” ini adalah salah satu yang disebut teori potensi yang menetapkan bahwa yang didunia ini bisa berubah (teologi). Segala sesuatu mengalami perubahan. Tiadalah di dunia ini yang tidak mengalami perubahan. Jika hanya melihat teori seperti itu saja, maka hanya melihat dari setengah dunia. Karena separuh yang lain adalah teori bahwa segala sesuatu bersifat tetap. Tiadalah di dunia yang bersifat tidak tetap. Masing-masing mempunyai tokohnya. Teori yang mengenai semua yang bersifat tetap dipelopori oleh Permenides. Sedangkan teori yang meyakini bahwa segala sesuatu di dunia selalu berubah yaitu Heraclitos. Jika dilihat dari kacamata filsafat maka sebenarnya hidup itu adalah interaksi antara yang tetap dan berubah. Dengan demikian kita selalu bisa mendefinisikan apa itu hidup, berdasarkan yang ada dan yang mungkin ada. Definisi hidup dapat diuraikan sebanyak sifat yang dimiliki oleh yang ada dan yang mungkin ada. Dari kacamata filsafat bahwa hidup itu tetap misalnya pada ketetapan hati seseorang dalam meyakini agamanya. Dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia terdapat unsur yang tetap dan yang  berubah. Hidup itu adalah tetap dalam perubahan, dan berubah dalam ketetapan. Kembali mengenai pendapat Hawking tentang penciptaan alam semesta, dijelaskan bahwa dalam filsafat itu tidak ada benar, dan tidak ada salah, yang tepat adalah sesuai atau tidak sesuai dengan ruang dan waktu. Dalam spiritual kebenaran bersifat absolut, agama adalah suatu dogma ini suatu kebulatan seperti ini tinggal dilaksanakan. Kitab suci sudah tidak bisa diubah atau diamandemen seperti UUD. Dogma mengenai bahwa nabi Adam AS sebagai nenek moyang kita. Orang timur yang di donimasi oleh agama biasanya berfikirnya final, sedangkan orang barat itu berfikirnya open-ended. Boleh kita berfikir tetapi secara agama tetap harus diakui. Allah itu sebagai tuhan yang harus kita percayai. Jika engkau ingin ketemu Tuhan iyu dikerjakanlah tidak bisa kita hanya sekedar dalam memikirkan.
Pertanyaan Ketiga: Bagaimana dengan teori big bang (proses terbentuknya alam semesta) dan teori darwin tersebut kita benarnakan,?
Jawaban Pertanyaan Ketiga:
Teori dapat dikenal karena beberapa alasan:  Teori ditulis serta memiliki rujukan, di publikasikan, terdapan sponsoship, dan memiliki manfaat. Teori big bang diperlukan untuk level-level keilmuan tertentu tetapi ketika menyentuh ranah spritual bagaimanapun harus tetap dengan keyakinan yang kita miliki. Orang yang hanya berpikir tanpa batas menyimpulkan bahwa alam semesta terjadi tanpa campur tangan Allah ini adalah kesombongan luar biasa, agar kita dalam belajar filsfat tetap masih dalam koridor maka spritual menjadi penyangkalnya. Objek filsafat ada yang adalah ada dan mungkin ada, semua yang kita pikirkan adalah sebuah wadah, setiap wadah juga merupakan isi. Misalkan rambut berwarna hitam, maka rambut adalah wadah dan hitam itu isinya. Oleh karena itu, wadah adalah subjek dan isi adalah predikat. Maka tidak akan pernah didunia ini: predikat tidak sama dengan subjeknya, rambut tidak akan sama dengan hitam, sebab hitam adalah hanya sebagian sifat dari rambut sedangkan rambut masih mempunyai sifat-sifat lain selain hitam yang tak terhingga banyak dan semua sifat rambut itu juga adalah wadah. Jadi dapat disimpulkan bahwa dunia berstruktrur yang terdiri atas wadah dan isi serta isi juga wadah, yang banyak tersebut adalah kuasa tuhan, yaitu tuhan yang Esa.
Pertanyaan Keempat:
Berkaitan dengan mati, jodoh dan lahir. Dalam kematian manusia berbeda-beda ada yang sakit, kecelakaan, bunuh diri, dsb. Pertanyaan adalah apakah orang bunuh diri itu sudah ketetapan dari tuhan ?
 Jawaban Pertanyaan Keempat:
Cara pandang berdimensi yang dipandang pun berdimensi, dalam berfilsafat yang namanya takdir adalah sesuatu yang sudah terjadi, jika dinaikan dalam spirtual takdir itu adalah sedang terjadi. Yang terjadi itulah takdirnya.Kaitannya dengan fatal dan fital, fatal adalah takdir serta fital itu ikhtiar. Manusia bisa berikhtiar sebab manusia mempunyai potensi dan hidup manusia tidak bisa lepas dari takdir.Hidup itu adalah pilihan, dan yang memilih adalah Tuhan. Pikiran itu adalah pilihan serta yang kita ucapkan pun adalah pilihan diantara kata-kata yang lain. Olehnya itu, manusia hidup karena ketidak sempurnaan. Manusia adalah mahluk terpilih (tereduksi) dalam filsafat dikenal dengan faham Reduksionisme bahwa manusia itu terpilih dan dipilih, organ tubuh manusia itu adalah pilihan. Tiga hal yang pokok dalam diri manusia adalah lahir, jodoh dan kematian memiliki kedudukan yang sama serta Tuhanlah yang menentukan.

Pertanyaan Kelima:
Istri itu cuman satu dalam pikiran, lalu bagaimana dengan poligami pak?

Jawaban Pertanyaan Kelima:
Seperti penjelasan tadi bahwa jika istri dalam pikiran hanya satu sedangkan yang lainnya adalah contoh-contoh. Dalam filsaafat istri ini adalah wadah sedangkan yang lainnya adalah isinya.

Pertanyaan Keenam:
Segala sesuatu itu telah ditakdirkan, sementara motivator selalu mengarahkan menuju kesempurnaan. Pandangannya seperti apa pak??

Jawaban Pertanyaan enam:
Segala sesuatu selalu berpasang-pasangan dan mencari jodohnya, setiap yang ada dan mungkin ada adalah tesis. Sedangkan selain daripada adalah anti tesis. Contoh : diriku ini adalah tesis tetapi semua diluar diriku adalah antitesis. Ketetapan yang telah dibuat dalam agama adalan tesis dalam filsafat maka anti tesisnya adalah ikhtiar manusia.Tesisnya fatal dan anti tesisnya potensi, maka motiator itu mengembangkan potensi-potensi agar manusia itu punya potensi.. Segala sesuatu berubah diikhtiarkan ke sang pencipta itulah keikhlasan.Apa bedanya motivator dengan para filosofer?Kalau motivator itu melakukan kontrol dan kendali sedangkan filosofer melakukan pengamatan dan melakukan refleksi dengan apa yang dilihatnya tanpa masuk pada setiap sisinya.

Pertanyaan Ketujuh:
Bagaimana mensinergikan antara pikiran dan hati, agar tidak ada penyesalaan??

Jawaban Pertanyaan Ketujuh:
Pada dasar kodrat itu adalah takdir-Nya. Ditemukan oleh  Imanuel kant, bahwa isi tidak sama dengan wadah, walau isi juga wadah dan wadah juga isi, akan tetapi wadah tidak sama dengan isi seperti contoh yang sebelumnya itulah yang dinamakan kontradiksi dalam filsafat.Tanpa adanya kontradiksi maka tidak ada kehidupan,sebab hidup manusia memang kontradiksi. Prinsip yang kedua adalah prinsip identitas, misalkan A=A ini hanya ada dalam pikiran sebab pikiran sudah terbebas dari ruang dan waktu, tetapi selagi dia diucapkan maka A yang pertama sudah berbeda dengan A yang kedua. Oleh karena itu, manusia selalu diwarnai dengan kontradiksi-kontradiksi. Manusia bisa makan, minum ini karena kontradiksi sebab terjadi pertempuran hebat antara oksigen dengan darah merah sehingga munculah energi. Kontradiksi inilah manusia bisa hidup, manusia tidak bisa terhindar dari kontradiksi. Pengetahuan adalah pertarungan antar tesis dan anti tesis menjadi sintesis. Sebagai seorang ilmuwan harus siap melakukan sintesis-sintesis antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.

Senin, 21 September 2015

Antara Ada dan yang Mungin Ada

Refleksi kali ini merupakan refleksi kedua perkuliahan filsafat oleh Prof. Dr. Marsigit, MA pada selasa, 15 september 2015 pukul 11.10-12.50 di ruang 305B gedung pasca sarjana UNY. Pada refleksi kali ini, saya akan menuliskan mengenai apa yang ada dan yang mungkin ada. Dalam filsafat, kita tentunya tidak asing lagi dengan pernyataan ada dan yang mungin ada. Apa itu ada dan yang mungkin ada? Ada dan yang mungkin ada merupakan objek Filsafat. Lalu bagaimana objek filsafat bisa dikatakan ada dan bagaimana objek filsafat bisa dikatakan yang mungkin ada?
Ada dan yang mungkin ada itu bersifat subjektif. Ada bagi diri seseorang belum tentu ada pada diri orang yang lain. Ada bagi seseorang bisa menjadi yang mungkin ada pada orang yang lain. Ada bagi seseorang juga bisa menjadi ada bagi orang lain. Misalkan: Tanggal lahir A ada bagi A, mungkin ada bagi B jika A hendak akan memberitahu pada B, serta ada bagi B jika A memberi tahu tanggal lahirnya pada B. 
Setelah membahas mengenai objek filsafat ada dan yang mungkin ada, kini akan membahas mengenai hakekat belajar filsafat. Hakekat belajar filsafat itu adalah mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada. Secara filsafat belajar itu tidak mempermasalahkan metode belajar apapun yang digunakan. Hal yang penting adalah mengadakan yang mungkin ada menjadi ada bagi siswa. Namun, kita tak akan mampu mengetahui semua yang mungkin ada. Kita mempelajari yang ada saja tidak akan pernah selesai untuk menyebutkan sifat-sifatnya dan mendeskripsikannya. Keterbatasan dari ketidaktahuan merupakan karunia Allah SWT. Maka dari itu dalam belajar filsafat hendaklah jauhkanlah diri kita dari sifat sombong karena manusia hanya mampu mengadakan sedikit dari yang mungkin ada.  
Sesuatu dikatakan ada jika ada di dalam atau di luar pikiran. Ada di dalam pikiran jika kita mampu untuk melihatnya dengan mata terbuka mampu menyentuh, mampu mendengar. Ada di luar  pikiran jika sudah tidak mampu kita lihat, tetapi dapat kita mampu kita pikirkan. Adanya di dalam dan di luar pikiran didukung oleh aliran tertentu. Bagi Aliran realis dikatakan ada jika kita mampu melihat, mendengar, merasakan, menyentuh. Tokoh yang mendukung adalah Aristhoteles Bagi idealis dikatakan ada jika mampu disebutan dipikan dengan menganggap ada di dalam pikiran. Tokoh yang mendukung adalah Plato. Namun dalam membicarakan ada tentunya kita lihat dimensinya. Kita ambil contoh pada pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika kita harus mengetahui dimensinya. Kita harus tahu intuisi dan karatersiswa serta perkembangan pikiran siswa agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri. Jadi Jangan sampai sebagai guru kita jangan memaksakan pemikiran yang seharusnya belum semestinya siswa ketahui. Mulailah dengan matematika kontekstual untuk siswa SD. Jangan mentang-mentang kita merasa punya banyak ilmu maka siswa SD langsung diajarkan matematika definisi. Segala sesuatu harus ditempatkan sebagaimana porsinya.


Senin, 14 September 2015

Mengenal Lebih Dekat dengan Filsafat

Refleksi ini merupakan refleksi pertama saya pada mata kuliah Filsafat Ilmu. Dalam refleksi ini saya menggunakan sumber perkuliahan filsafat oleh Prof.Dr.Marsigit,MA pada 8 September 2015. Mesipun saya pernah mempelajari filsafat semasa S1, tetapi saya disini ingin lebih dekat kembali dengan filsafat. Hal ini yang menjadikan saya mengambil judul “Mengenal Lebih Dekat dengan Filsafat”. Bagaimana cara kita lebih dekat dengan filsafat? Untuk mendekati filsafat tentu ada adabnya atau tata cara belajar filsafat. Sebelum membahas adap belajar filsafat,apa pengertian filsafat sebenarnya? Filsafat adalah olah pikir yang masih terbuka spiritualnya. Saya juga belajar bahwa fondasi filsafat adalah spiritual. Berdasarkan perkuliahan filsafat, saya belajar berfilsafat yang benar adalah kita harus kembali ke diri kita. Siapa kita, apa agama kita, bangsa kita apa? Maka sebagai orang timur kita harus bisa meletakkan spiritual sebagai fondasi dan muara dari filsafat. Maka setinggi-tingginya filsafat harus masih dalam kerangka spiritual.Dalam kehidupan saya belajar bahwa filsafat dan spiritual saling berhubungan satu sama lain. Spiritual berhubungan pula dengan kemampuan intelektual manusia. Manusia dengan kemampuan spiritual yang berkembang dengan baik pada umumnya akan mempengaruhi kemampuan intelektual dan emosi mereka. Terutama dalam mengatur emosi kita. Melalui spiritual kita bisa semakin membangun diri kita secara utuh. oleh karena itu, Adab pertama dalam belajar filsafat adalah membangun koridor spiritual atau pagar spiritual masing-masing kokohkanlah dulu spritual masing-masing dari kita. Contoh dalam membangun pagar spiritual yaitu jika kita belum bisa berdoa dengan khusyuk maka berdoalah didalam hati. Adab kedua adalah Memantangkan diri dari aspek psikologi, kesabaran ketelatenan, dan jaya juang untuk belajar. Tak kalah penting kita mematangkan diri dari psikologi orang dewasa, sebagai orang dewasa yang paling menonjol adalah berani bertanggung jawab atas segala perbuat. Adab ketiga adalah pembangun paradigma belajar yaitu belajar itu merupakan proses membangun pengetahuan sehingga terciptanya pengetahuan yang inovatif.
Demikian refleksi yang saya buat,saya harap dapat membantu saya dalam mempelajari filsafat. Terimakasih Prof. atas kesempatan dan ilmu yang sudah Prof. Marsigit bagikan kepada kami.