Jumat, 25 Desember 2015

TEKNIK SAMPLING



Alhamdulillah segala puji bagi Allah atas karuniaNya saya masih diberi kesempatan untuk membuat refleksi pertemuan ke-8 Pascasarjana Pendidikan Matematika Kelas A perkuliahan Metodologi Penelitian yang diampu oleh Dr. Heri Retnowati pada hari selasa tanggal 17 November 2015 pukul 07.30 s.d. 10.00 di ruang PPG 1 lt. 2 Lab Matematika FMIPA UNY. Pada kesempatan ini saya akan memaparkan mengenai hasil perkuliahan pada kali ini mengenai Teknik sampling. Nah, apa sih teknik sampling itu?
Pemilihan sample merupakan salah satu fase yang penting di dalam penelitian. Fase ini merupakan fase untuk menentukan objek yang dipilih yang kemudian dijadikan ujung tombak untuk megambil kesimpulan dari suatu populasi. Dalam peneliatan karena keterbatasan peneliti maka penelitian tidak meneliti populasi dari penelitian, Teknik pemilihan sample yang tepat sangat diperlukan agar sample dapat mewakili populasi yang akan diteliti. Sebelum mempelajari sample terlebih dahulu mempelajari paparan mengenai populasi.
Pengertian Populasi
Menurut Sugiyono (2008:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
“A population is defined as all members of any well-defined class of people, events, or objects(Ary, et al, 2010:148). Berdasarkan pendapat Donald Ary, populasi diartikan sebagai seluruh anggota dari suatu kelompok orang, kejadian atau obyek yang didefinisikan dengan baik.
Menurut  Fraenkel and Wallen (1993:80) population is the group of interest to the researcher, the group to whom the researcher would like to generalize the results of the study. Populasi merupakan suatu kelompok yang menarik perhatian peneliti, dimana kelompok tersebut digunakan oleh peneliti untuk menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Mereka juga menjelaskan bahwa populasi harus memiliki karakteristik tertentu.
Dari beberapa parah ahli dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari orang, benda yang nyata maupun abstrak, peristiwa maupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tententu atau sama.
Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek ataupun benda-benda alam. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Contohnya, ketika akan melakukan penelitian disekolah X, maka sekolah X tersebut merupakan populasi. Sekolah X mempunyai sejumlah orang atau subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah atau kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain-lain, serta mempunyai karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang kelas, lulusan yang dihasilkan dan lain-lain.
Pengertian Sampel
Menurut Sugiyono (2008:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, sedangkan menurut Ary, et al. (2010:148) a sample is the small group that is observed. Menurut Wiersma and Jurs (2009:325) a sampel is a subset of the population to which the researcher intends to generalize the results.
Dari beberapa parah ahli dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan populasi, dan akan diselidiki oleh peneliti untuk mengeneralisasikan hasil penelitian.
Sebagai contoh, dalam suatu penelitian yang populasinya anak remaja Indonesia, kita dapat merumuskan populasi itu “semua anak laki-laki dan perempuan yang berusia anatara 12-18 tahun, maka salah satu sampel yang bisa diambil dari populasi tersebut misalnya siswa SMP dan SMA di Yogyakarta. Mereka adalah sebagian dari suatu populasi yang besar, karena mereka adalah penduduk Indonesia dan juga antara 12-18 tahun.
Penarikan Sampel
Menurut Sukandarrumidi (2006:52-53) beberapa alasan dalam melakukan pengambilan sampel sebagai berikut :
a.    Ukuran populasi yang terlalu besar.
Pengambilan sample dapat mereduksi jumlah objek dan menghindari kesalahan subjektif.
b.    Pengrusakan objek penelitian.
Apabila peneliti harus melakukan pengrusakan terhadap suatu objek penelitian, maka cukup beralasan mempergunakan sampel sebagai andalan. Sebab, jika peneliti harus melakukan pengrusakan tersebut terhadap populasi, maka akan sangat merugikan
c.    Masalah biaya.
Semakin besar jumlah objek, terlebih apabila objek tersebut tersebar diwilayah yang cukup luas akan membutuhkan dana yang cukup besar.
d.   Masalah waktu.
Penelitian dengan populasi selalu memerlukan waktu yang lebih lama dari pada penelitian menggunakan sample. Maka jika waktu penelitian terbatas, maka penelitian menggunakan sample akan lebih efektif.
e.    Masalah ketelitian.
Jumlah poplasi yang cukup banyak dapat mengundang kejenuhan dan kebosanan serta kecerobohan.
f.     Masalah ekonomis.
Peneliti hendaknya selalu bertanya pada diri sendiri apakah hasil penelitian yang akan diperoleh sepadan dengan penelitian, waktu dan tenaga yang digunakan. Apabila tidak sebanding berarti tidak ekonomis apabila dilakukan penelitian populasi, maka salah satu cara yang dipilih adalah dengan penelitian sampel.
Langkah-langkah dalam Penarikan Sampel
Menurut Ary, et al. (2010:149), langkah pertama dalam penarikan sampel adalah menetapkan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penelitian. Populasi yang dijadikan sasaran ini disebut sebagai populasi sasaran (target population). Sebagai contoh, dalam penelitian mengenai sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh remaja Indonesia, maka populasi sasarannya adalah semua anak laki-laki dan perempuan Indonesia yang berusia antara 12-18 tahun, asalkan istilah remaja itu secara operasional telah dirumuskan sebagai periode antara usia 12-18 tahun.
Namun, karena biasanya kita tidak mungkin mencapai seluruh populasi sasaran, maka kita harus menetapkan ciri-ciri bagian populasi yang dapat dijangkau, biasanya disebut populasi yang dapat dijangkau (accessible population). Dari populasi yang dapat dijangkau inilah peneliti mengambil sampel bagi penyelidikannya. Sifat populasi yang dapat dijangkau ini dipengaruhi oleh waktu dan sumber daya peneliti. Misalnya, dalam penelitian mengenai sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh remaja Indonesia, seorang peneliti mungkin menunjuk semua anak laki-laki dan perempuan di Yogyakarta, atau bahkan terbatas di Kabupaten Sleman saja, sebagai populasi yang dapat dijangkau.
Dari populasi yang dapat dijangkau ini, orang memilih sampel sedemikian rupa, sehingga sampel tersebut mencerminkan populasinya. Misalnya, jika anak remaja Yogyakarta ditetapkan sebagai populasi yang dapat dijangkau, maka peneliti harus mengambil sampel anak remaja di seluruh Yogyakarta. Atau jika yang dipilih sebagai populasi yang dapat dijangkau itu adalah anak remaja yang tinggal di Sleman, maka sampel tersebut harus ditarik dari kelompok ini.
Apabila sampel yang telah dipilih telah benar-benar mewakili populasi yang dapat dijangkau, maka untuk melaksanakan proses generalisasi tidaklah sulit. Prinsip umumnya adalah jika suatu sampel telah dipilih sehingga merupakan contoh yang representatif bagi populasi yang dapat dijangkau, maka hasil penyelidikan dari sampel tersebut dapat digeneralisasikan kepada populasi. Sebagai contoh, apabila kita telah memilih suatu sampel representatif dari anak remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta, maka hasil penyelidikan terhadap sampel tersebut dapat dibuat generalisasi mengenai sikap dan nila-nilai yang dimiliki oleh semua anak remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta.
Namun, membuat generalisasi dari populasi yang dapat dijangkau ke populasi sasaran, biasanya mempunyai resiko yang lebih besar. Keyakinan orang terhadap langkah ini tergantung pada kemiripan populasi yang dapat dijangkau tersebut dengan populasi sasarannya. Dalam contoh di atas,peneliti akan lebih yakin dalam melakukan generalisasi tentang sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anak remaja, apabila yang ditetapkan sebagai populasi yang dapat dijangkau itu adalah anak remaja di beberapa provinsi di seluruh Indonesia, bukan hanya di Provinsi Yogyakarta saja. Dengan cara ini, semua wilayah akan terwakili dan akan diperoleh suatu penarikan sampel yang lebih memadai tentang sikap dan nila-nilai yang dimiliki oleh oleh remaja tersebut.

Teknik Penarikan Sampel
Terdapat beberapa jenis teknik penarikan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
 a.    Probability Sampling
Menurut Sugiyono (2008:82) probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Ary, et al. (2010:150) : “probability sampling is defined as the kind of sampling in which every element in the population has an equal chance of being selected”. Kemungkinan masuknya setiap elemen atau unsur populasi dalam penarikan sampel jenis ini terjadi secara kebetulan dan diperoleh melalui seleksi acak.
Empat jenis probability sampling yang paling sering digunakan dalam penelitian pendidikan adalah :
1.   Simple Random Sampling
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:82) “a simple random sample is one in which each and every member of the population has an equal and independent chance of being selected”.
Menurut Ary, et al. (2010:150), simple random sampling merupakan teknik yang paling terkenal dari kelompok teknik probability sampling. Karakteristik dasar dari simple random sampling ini adalah bahwa semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama dan independen untuk diikutsertakan dalam setiap sampel acak.
Jadi, penarikan sampel secara acak dapat diartikan sebagai suatu metode pemilihan sampel dari suatu populasi dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel.
Langkah-langkah dalam simple random sampling ini terdiri dari :
a.   Menentukan populasi.
b.   Mendaftar semua anggota populasi.
c.    Memilih sampel dengan menggunakan sebuah prosedur dimana kebetulan belaka yang menentukan anggota mana pada daftar tersebut yang akan diambil sebagai sampel.

Menurut Arikunto (2010:180), beberapa cara yang dapat dilakukan dalam teknik simple random sampling ini adalah cara undian (untung-untungan), cara ordinal (tingkatan sama), atau menggunakan tabel bilangan random. Sedangkan menurut Ary, et al. (2010:150), cara yang lebih sistematis untuk memperoleh sampel acak adalah dengan menggunakan tabel bilangan acak atau tabel bilangan random yang mencakup serangkaian nomor, biasanya terdiri dari 4-6 digit, diatur dalam kolom dan baris.
Keuntungan yang dapat diperoleh ketika peneliti menggunakan teknik simple random sampling adalah hasil sampel yang dipilih secara acak tidak dipengaruhi oleh bias (keinginan/prasangka) dari peneliti. Bilamana peneliti memakai metode ini, dan berketetapan hati untuk memilih sampel sedemikian rupa, sehingga bias peneliti tidak dapat berperan. Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menghindari kesengajaan memilih subyek-subyek yang akan mengukuhkan hipotesis. Ia membiarkan faktor kebetulan menjadi penentu unsure mana dalam populasi yang akan menjadi sampel.
Hambatan yang sering dihadapi peneliti dalam menggunakan teknik simple random sampling ini yaitu penarikan sampel acak mengharuskan peneliti menghitung semua individu yang terdapat di dalam populasi terhingga (finite population) sebelum sampel itu ditarik. Jadi, teknik ini dapat digunakan jika ada kerangka sampel yang baik dan lengkap yang memuat daftar nama semua anggota populasi. Kerangka sampel itu harus akurat dan juga lengkap. Tidak boleh ada anggota populasi yang tidak masuk dalam kerangka sampel itu karena bisa mengurangi kesempatan yang sama dari anggota populasi.
Orang berharap sampel acak dapat menjadi contoh yang representative bagi populasi induknya. Namun, pemilihan secara acak, khususnya dengan sampel kecil, tidak mutlak menjamin diperolehnya sampel yang akan mewakili populasi dengan baik. Pemilihan secara acak memang menjamin bahwa setiap perbedaan antara sampel dan populasi induknya adalah akibat dari faktor kebetulan belaka, dan bukan akibat bias peneliti. Perbedaan antara sampel dan populasinya tidak bersifat sistematis. Dengan kata lain, dengan penarikan sampel acak, kesalahan penarikan sampel (sampling error) mempunyai peluang yang sama untuk menjadi negatif atau positif.

2.   Stratified Sampling
Menurut Sukandarrumidi (2006:62) apabila populasi terdiri atas lapisan atau beberapa tingkatan, dengan pertimbangan agar sampelnya mewakili lapisan-lapisan pada populasi, maka cara pengambilan sampelnya dilakukan pada setiap lapisan secara acak. Hal ini sejalan dengan pendapat Ary, et al. (2010:153) bahwa apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau lapisan (strata) yang mungkin mempunyai cirri-ciri berbeda, seringkali dibutuhkan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan sampel berlapis.
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:83) “Stractified random sampling is a process in which certain subgroups, or strata, are selected for the sample in the same proportion as they exis in the population”.
Menurut Vockel (Sevilla, et al, 2006:166) pengambilan sampel strata didefinisikan sebagai suatu teknik pengambilan sampel, degan cara ini sub-kelompok (strata) yang spesifik akan memliki jumlah yang cukup mewakili dalam sampel, serta menyediakan jumlah sampel sebagai sub-analisis dari anggota sub- kelompok tersebut.
Cara melakukan teknik acak stratifikasi adalah mula-mula ditetapkan dulu strata (lapisan) yang diinginkan, dan kemudian masukkan tiap-tiap anggota populasi kedalam stratifikasi yang telah dibuat. Setelah itu baru ditarik sampel sesuai dengan strata yang telah dibuat. Kita perlu menentukan karakteristik atau strata mana yang kita pakai sebagai dasar untuk pengelompokan populasi. Apakah populasi dikelompokan berdasarkan jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan atau berdasarkan pertimbangan apa.
Menurut Sugiyono (2008:82-83), sampel acak stratifikasi terbagi kedalam dua jenis, yaitu :
1)   Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota (unsur) yang heterogen dan berstrata secara proporsional.
2)   Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.

Jenis atau prosedur mana yang digunakan akan tergantung pada sifat masalah penelitiannya. Jika yang ditekankan adalah jenis perbedaan di antara lapisan-lapisan itu, maka dipilih kasus dalam jumlah yang sama dari tiap-tiap lapisan. Apabila yang dipentingkan adalah karakteristik seluruh populasi, maka penarikan sampel secara proporsional akan lebih tepat.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh ketika peneliti menggunakan teknik Stratified Sampling adalah peneliti dapat mempelajari perbedaan yang mungkin ada di antara berbagai macam sub-grup dari sebuah populasi. Teknik ini memungkinkan peneliti menetapkan seberapa jauh setiap lapisan dalam populasi terwakili di dalam sampel. Peneliti dapat mengambil jumlah yang sama dari setiap lapisan, atau memilih sesuai dengan perbandingan besar-kecilnya lapisan dalam populasi. Menurut Ary, et al. (2010:154) kelebihan utama dari teknik ini adalah bahwa penarikan smapel ini menjamin terwakilinya kelompok-kelompok tertentu yang ada di dalam populasi.
Ketika populasi yang akan disampelkan tidak homogen tetapi terdiri dari beberapa sub kelompok, stratified sampling dapat memberikan sampel yang lebih representatif dibandingkan simple random sampling .

3.   Systematic Sampling
Menurut  Sukandarrumidi (2006:61) cara ini dilakukan dengan menggunakan interval tertentu. Seperti halnya pada random sampling, setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama, tetapi di dalam systematic random sampling ditambah dengan interval tertentu. Menurut Fraenkel and Wallen (1993:85) “in a systematic sample, every n-th individual in the population list is selected for inclusion in the sample”.
Vockell (Sevilla, et al. 2006:165) mendefinisikan pengambilan sample secara sistematis sebagai strategi untuk memilih anggota sample yang hanya dibolehkan melalui peluang dan suatu “sistem” untuk menemukan keanggotaan dalam sample.
Menurut Sugiyono (2008:84) sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang, diberi nomor urut 1 sampai dengan 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu.
Ary, et al. (2010:154-155) menjelaskan tentang cara melakukan systematic sampling adalah mula-mula ditetapkan terlebih dahulu berapa jumlah subyek yang dikehendaki di dalam sampel (n). Karena jumlah seluruh anggota populasi (N) sudah diketahui, maka selanjutnya hanya perlu membagi N itu dengan n untuk memperoleh interval penarikan sampel (k) yang akan digunakan dalam daftar populasi. Anggota sampel yang pertama dipilih secara acak dari interval yang pertama, dan kemudian secara sistematis setiap anggota yang ke-k dari populasi tersebut diambil sebagai sampel. Sebagai conto, andaikan suatu populasi terdiri atas 500 subyek, sedangkan besar sampel yang diinginkan adalah 50, maka k = N/n = 500/50 = 10. Dengan demikian, kasus (orang) pertama yang akan dijadikan sampel dapat diambil secara acak dari sepuluh kasus yang pertama. Selanjutnya, setiap kasus ke sepuluh berikutnya akan dipilih sebagai anggota sampel. Misalkan, pilihan pertama itu adalah nama atau nomor ketiga. Kemudian peneliti menambahkan interval penarikan sampel k, yaitu 10, pada angka 3, sehingga orang ke-13 akan masuk ke dalam sampel. Demikian pula orang ke-23, ke-33, dan seterusnya sampai akhir daftar itu.
Penarikan sampel secara sistematis berbeda dengan penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) karena adanya berbagai pilihan yang tidak bebas. Begitu kasus pertama terpilih, maka semua kasus yang dimasukkan ke dalam sampel selanjutnya telah ditentukan secara otomatis.
Apabila daftar populasi telah disusun secara acak, maka penarikan sampel secara sistematis akan menghasilkan sampel yang secara statistic dapat dianggap sebgai pengganti yang layak bagi sampel acak. Akan tetapi, jika daftar populasi itu disusun secara alfabetis misalnya, maka ada kemungkinan bahwa setiap anggota yang ke-k mempunyai cirri unik yang dapat mempengaruhi variabel terikat dari penelitian itu. Akibatnya, akan diperoleh sampel yang bias atau timpang. Penarikan sampel secara sistematis dari daftar yang disusun secara alfabetis mungkin tidak akan menghasilkan sampel yang representative tentang berbagai macam suku bangsa, karena ada suku-suku bangsa tertentu yang cenderung mengelompok pada huruf-huruf tertentu, sedangkan interval penarikan sampel mungkin akan melewati atau setidak-tidaknya, tidak cukup banyak mengambil suku-suku bangsa tersebut.

4. Cluster Sampling
Menurut Sugiyono (2008:83), cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Teknik penarikan sampel ini sering digunakan melalui dua tahap yaitu menentukan sampel daerah, dan menentukan orang-orang pada daerah itu secara sampling juga. Teknik ini disebut juga dengan teknik penarikan acak bertingkat (multistage random sampling).
Menurut Sukandarrumidi (2006:63) dalam cluster random sampling yang menjadi unit sampling adalah kelompok, bukan unsur sampling itu sendiri. Maka dalam cara ini dilakukan pengambilan sample secara bertahap (lebih dari satu tahap) atau dikenal dengan multistage random sampling.
Pada tahap I dipilih beberapa kelompok dari semua kelompok yang ada. Pada tahap II dipilih kelompok yang lebih kecil dibandingkan dari kelompok yang sudah dipilih, atau dapat diambil dari unsur-unsurnya, tergantung pada sifat populasi.
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:85) “cluster sampling is similar to simple random sampling except that groups rather than individuals are randomly selected”.
Menurut Vockell (Sevilla, et al, 2006: 167) pengambilan sample secara kluster dilakukan apabila peneliti menyeleksi anggota sample dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu secara terpisah.
Keuntungan yang diperoleh ketika peneliti menggunakan teknik ini adalah peneliti tidak perlu mendaftar semua anggota populasi sasaran untuk kemudian memilih sampel di antara mereka. Namun, peneliti hanya perlu mendaftar semua anggota dari kelompok yang telah terpilih secara acak sebagai sampel.
Kelompok yang benar-benar dimasukkan ke dalam penyelidikan perlu sekali dipilih secara acak dari populasi kelompok. Jika hanya satu kelompok saja yang dipakai, maka hasil penyelidikannya tidak dapat digeneralisasikan kepada populasi. Persyaratan prosedural lainnya adalah bahwa sekali suatu kelompok telah terpilih, maka semua anggota kelompok tersebut harus dimasukkan ke dalam sampel.
Menurut Ary, et al. (2010:154) kesalahan penarikan sampel dalam sampel berkelompok jauh lebih besar daripada dalam penarikan sampel acak yang sejati (true random sampling). Hal penting lain yang perlu diingat adalah jika jumlah kelompok (cluster) kecil, maka kemungkinan kesalahan penarikan sampel akan besar, bahkan jika jumlah subyek (dalam sampel) besar.

b.      Nonprobability Sampling
Ary, et al. (2010:155) menjelaskan bahwa dalam banyak situasi penelitian, penghitungan anggota atau unsur-unsur populasi yang merupakan kebutuhan dasar dalam probability sampling adalah sulit, jika tidak mustahil dilakukan. Atau kepala sekolah mungkin tidak mengizinkan seorang peneliti untuk mengambil sampel acak siswa untuk belajar tetapi akan mengizinkan penggunaan kelas-kelas tertentu. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan nonprobability sampling, yang melibatkan prosedur nonrandom untuk memilih anggota sampel. Pada nonprobability sampling, tidak ada jaminan bahwa setiap anggota atau unsur dalam populasi memiliki kesempatan untuk disertakan atau dipilih sebagai sampel. Keuntungan utama dari nonprobability sampling adalah kenyamanan dan ekonomis.
Menurut Sukandarrumidi (2006:63), dalam nonprobability sampling, kemungkinan sesuatu untuk terpilih menjadi anggota sample tidak diketahui. Oleh karena itu, smapel yang diambil tidak dapat dikatakan sebagai sampel yang mewakili sehingga sulit apabila dipergunakan untuk melakukan generalisasi di luar sampel yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2008:84) nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Nonprobability sampling biasanya digunakan jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi, sehingga akibatnya hasil penelitian tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
Beberapa jenis teknik dari nonprobability sampling adalah :
1.   Convenience Sampling
Disebut juga accidental sampling. Menurut Sukandarrumidi (2006:63-64) pada metode ini anggota sample yang diambil tidak direncanakan terlebih dahulu tetapi didapat/dijumpai secara tiba-tiba. Menurut Sevilla, et al. (2006: 168), strategi pengambilan sample dengan cara convenience sampling didasarkan atas kemudahan dari arah peneliti dalam meneliti/memperoleh data. Hal ini sejalan dengan pendapat Fraenkel and Wallen (1993: 87), “a convience sample is a group of individuals who (conveinve) are available for study”.
Beberapa contoh dari convenience sampling, misalnya :
-       Penelitian yang dilakukan oleh seorang manager restoran yang ingin menemukan bagaiman perasaan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan oleh restoran tersebut. Maka pada suatu pagi, manager itu berdiri di depan pintu restoran dan langsung mewawancarai 50 konsumen pertama yang keluar dari restoran tersebut.
-       Seorang reporter berita dari stasiun televisi local yang mewawancarai beberapa warga yang ditemui di sebuah jalan, untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang kenaikan harga BBM.

Tahapan yang dilakukan dalam teknik ini adalah :
Tahap I   :  Tentukan kriteria dari populasi yang diinginkan
Tahap II : Peneliti langsung mengumpulkan informasi dari unit sampling yang didapatkan. Setelah jumlah sampel terpenuhi, pencarian data dihentikan.

Ary, et all. (2010:156) berpendapat bahwa convenience sampling merupakan teknik penarikan sampel yang paling lemah, karena sampel yang diambil tidak bersifat representatif terhadap populasi aslinya, sehingga hasil yang diperoleh dari penyelidikan sampel tersebut juga tidak dapat digeneralisasikan kepada populasi.
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:87), keuntungan pasti yang dapat diperoleh dari penggunaan teknik ini adalah mudah. Namun, kelemahan utama dari teknik ini adalah sangat memungkinkan sampel menjadi bias.
2.   Quota Sampling
Cara ini mirip dengan cara sratified random sampling dimana tiap lapisan dalam populasi harus diwakili dengan proporsi yang sama (Sukandarrumidi, 2006:61). Dalam quota sampling, untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Menurut Vockell (Sevilla, dkk, 2006:168), dalam pengambilan sample secara kuota, peneliti mengidentifikasikan kumpulan karakteristik penting dari populasi dan kemudian memilih sample yang diinginkan secara non-acak. Hal ini diasumsikan bahwa sample-sample yang diambil sesuai dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan.
Menurut Ary, et al. (2010:157), quota sampling melibatkan pemilihan kasus tipikal dari berbagai strata populasi . Kuota didasarkan pada karakteristik yang diketahui dari populasi yang ingin digeneralisasikan. Misalnya, jika hasil sensus menunjukkan bahwa 25 persen dari penduduk suatu kehidupan perkotaan di pinggiran kota , maka 25 persen sampel harus datang dari pinggiran kota.
Berikut adalah langkah-langkah dalam quota sampling :
1.      Menentukan jumlah variabel untuk digunakan sebagai dasar penentuan stratifikasi. Variabel seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, dan kelas sosial adalah variabel yang sering digunakan . Dalam hal ini, jumlah populasi tidak diperhitungkan, akan tetapi diklasifikasikan dalam beberapa kelompok.
2.      Sampel diambil dengan memberikan jatah atau quota tertentu pada setiap kelompok yang seolah-olah masing-masing berperingkat sebagai sub-populasi.
3.      Setelah jatahnya untuk setiap kelompok atau sub-kelompok terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.

Contoh : penelitian dengan mempergunakan ibu rumah tangga sebagai unit sampling, untuk mengetahui pendapatnya tentang harga bahan pangan pokok menjelang hari-hari lebaran. Untuk itu keluarga dikelompokkan menjadi beberapa sub-populasi :
-       Golongan petani
-       Golongan pedagang
-       Golongan pegawai
Kemudian setiap sub-populasi diberi jatah tertentu walaupun jumlah masing-masing sebagai populasi tidak diketahui. Akhirnya setiap ibu rumah tangga dari sub-populasi itu dihubungi sebagai sumber data sampai jumlahnya sesuai dengan jatah masing-masing.
Menurut Ary, et al. (2010:157), kelemahan utama quota sampling terletak pada pemilihan individu dari setiap strata. Peneliti tidak tahu apakah individu yang dipilih dapat mewakili (representatif) terhadap strata yang diberikan. Pemilihan unsur atau elemen cenderung berdasarkan aksesibilitas dan kenyamanan.
Jika Anda memilih 25 persen dari ibu rumah tangga di pusat kota untuk disurvei, Anda mungkin lebih memilih untuk pergi ke rumah-rumah yang menarik daripada yang bobrok, atau ibu rumah tangga yang lebih mudah diakses, atau ibu rumah tangga yang ada di rumah pada siang hari, dan seterusnya. Prosedur tersebut otomatis mengakibatkan bias sistematis dalam sampel karena unsur-unsur tertentu akan
menjadi tidak representatif.
Selain itu, tidak ada dasar untuk menghitung kesalahan yang terdapat dalam quota sampling. Meskipun terdapat kekurangan, namun banyak yang percaya bahwa kecepatan pengumpulan data dapat melebihi kerugian atau kekurangan dari teknik ini, serta pengalaman bertahun-tahun dengan menggunakan teknik ini telah memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi beberapa jebakan dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarinya.

3.   Purposive Sampling
Menurut Sugiyono (2008:85), sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dengan demikian peneliti secara sengaja dengan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.
Menurut Sukandarrumidi (2006:65) pada purposive sampling, yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang berdasarkan atas pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Fraenkel and Wallen (1993:88), purpose sampling use their judgement to select a sample which they believe, based on prior information, will provide the data they need.
Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam mempergunakan teknik ini, yaitu :
1.      Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian
2.      Jumlah atau ukuran sampel tidak dipersoalkan
3.      Unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.

Contoh :
Suatu penelitian tentang Undang-Undang Lalu Lintas Jalan Raya di Yogyakarta. Sampel yang dipergunakan diambil dari orang-orang yang mengendarai kendaraan bermotor AB, dan mempunyai SIM dari Kapolwil Yogyakarta. Di luar kriteria tersebut tidak diambil sebagai unit sampling. Setelah jumlah sampel dianggap cukup, pengumpulan data dihentikan dan selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Menurut Arikunto (2010:183), keuntungan dari penggunaan teknik ini terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti. Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa peneliti melakukan kesalahan dalam menentukan sampel yang representatif atau sampel yang dapat memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu, kelemahannya adalah bahwa peneliti tidak dapat menggunakan statistic parametik sebagai teknik analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan random.

4.   Snowball Sampling
Menurut Sugiyono (2008:85), snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan 2 orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Teknik ini banyak digunakan pada penelitian kualitatif.
Menurut Sukandarrumidi (2006:65), pada cara ini ditentukan terlebih dahulu kriteria orang yang akan dijadikan anggota sampel. Selajutnya orang pertama yang menjadi unit sampel ditentukan. Orang tersebut menjadi sumber informasi tentang orang-orang lain yang layak dijadikan sampel. Begitu terus hingga informasi yang diinginkan terpenuhi (dirasakan cukup).

1.      Menentukan Ukuran Sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting ketika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu karena yang lebih penting adalah kekayaan informasi. Walaupun jumlahnya sedikit, tetapi jika kaya akan informasi maka sampelnya lebih bermanfaat. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan ukuran sampel yaitu:
1.      Derajat keseragaman
2.      Rencana analisis
3.      Biaya, waktu dan tenaga yang tersedia

Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan, yaitu :
1.      Akurasi atau ketepatan
Tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan  adalah populasi.
Tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata prestasi belajar siswa, lalu yang dijadikan sampel adalah siswa-siswa yang dari kelas unggulan saja, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis.
2.      Presisi
Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.

Pada kenyataannya belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat kesalahan-kesalahan yang dikenal dengan “sampling error”.
Baiky (Sukandarrumidi, 2006:54) mengemukakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, jumlah sample paling sedikit adalah 30, walaupun diakui juga bahwa penelitian menganggap jumlah sample sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum.
Menurut Ary, et al. (2010:157) sebuah sampel yang lebih besar akan lebih baik (lebih representatif) terhadap sebuah populasi dari pada sampel yang lebih kecil. Tetapi, bagaimanapun juga karakteristik yang paling penting dalam sebuah sampel adalah representatifnya, bukan ukurannya. Misalnya, 200 sampel random akan lebih baik dari 100 sampel random, tetapi 100 sampel random akan lebih baik dari 2,5 juta sampel bias.
    DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ary, Donald, et al. 2010. Introduction to Research in Education. Canada : United States Copyright Act.
Fraenkel, Jack R. and Norman F. Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Sevilla, Consuelo G., et al. 2006. Pengantar Metode Penelitian. (Diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu) Jakarta: UI-Press. (Buku asli diterbitkan tahun 1984).
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian : Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Wiersma, William and Stephen G. Jurs. 2009. Research Methods in Education. USA : Pearson Education, Inc.