Alhamdulillah segala puji bagi Allah atas
karuniaNya saya masih diberi kesempatan untuk membuat refleksi pertemuan ke-8
Pascasarjana Pendidikan Matematika Kelas A perkuliahan Metodologi Penelitian
yang diampu oleh Dr. Heri Retnowati pada hari selasa tanggal 17 November 2015
pukul 07.30 s.d. 10.00 di ruang PPG 1 lt. 2 Lab Matematika FMIPA UNY. Pada
kesempatan ini saya akan memaparkan mengenai hasil perkuliahan pada kali ini
mengenai Teknik sampling. Nah, apa sih teknik sampling itu?
Pemilihan sample merupakan salah satu fase
yang penting di dalam penelitian. Fase ini merupakan fase untuk menentukan
objek yang dipilih yang kemudian dijadikan ujung tombak untuk megambil
kesimpulan dari suatu populasi. Dalam peneliatan karena keterbatasan peneliti
maka penelitian tidak meneliti populasi dari penelitian, Teknik pemilihan
sample yang tepat sangat diperlukan agar sample dapat mewakili populasi yang
akan diteliti. Sebelum mempelajari sample terlebih dahulu mempelajari paparan
mengenai populasi.
Pengertian
Populasi
Menurut Sugiyono (2008:80) populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
“A population is
defined as all members of any well-defined class of people, events, or objects” (Ary, et al, 2010:148). Berdasarkan pendapat Donald Ary, populasi diartikan
sebagai seluruh anggota dari suatu kelompok orang, kejadian atau obyek yang didefinisikan
dengan baik.
Menurut
Fraenkel and Wallen (1993:80) “population is the group of interest to the
researcher, the group to whom the researcher would like to generalize the
results of the study”.
Populasi
merupakan suatu kelompok yang menarik perhatian peneliti, dimana kelompok
tersebut digunakan oleh peneliti untuk menggeneralisasikan hasil penelitiannya.
Mereka juga menjelaskan bahwa populasi harus memiliki karakteristik tertentu.
Dari beberapa parah ahli dapat disimpulkan
bahwa populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari orang, benda
yang nyata maupun abstrak, peristiwa maupun gejala yang merupakan sumber data
dan memiliki karakter tententu atau sama.
Jadi
populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek ataupun benda-benda alam. Populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau
obyek itu. Contohnya, ketika akan melakukan penelitian disekolah X, maka
sekolah X tersebut merupakan populasi. Sekolah X mempunyai sejumlah orang atau
subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah atau
kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya,
misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya
dan lain-lain, serta mempunyai
karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang
kelas, lulusan yang dihasilkan dan lain-lain.
Pengertian Sampel
Menurut Sugiyono
(2008:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
suatu populasi. Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti,
sedangkan menurut Ary, et al. (2010:148) “a sample is the small group that is observed”. Menurut Wiersma and Jurs (2009:325) “a sampel is a subset of the population to
which the researcher intends to generalize the results”.
Dari beberapa parah ahli dapat disimpulkan
bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan
populasi, dan akan diselidiki oleh peneliti untuk mengeneralisasikan hasil
penelitian.
Sebagai contoh, dalam suatu penelitian yang populasinya anak remaja
Indonesia, kita dapat merumuskan populasi itu “semua anak laki-laki dan perempuan yang berusia anatara 12-18 tahun, maka salah satu sampel yang bisa diambil dari
populasi tersebut misalnya siswa SMP dan SMA di Yogyakarta. Mereka adalah sebagian dari suatu
populasi yang besar, karena mereka adalah penduduk Indonesia dan juga antara 12-18 tahun.
Penarikan Sampel
Menurut Sukandarrumidi (2006:52-53) beberapa alasan dalam melakukan
pengambilan sampel sebagai berikut :
a. Ukuran populasi yang terlalu besar.
Pengambilan sample dapat mereduksi jumlah objek
dan menghindari kesalahan subjektif.
b. Pengrusakan objek
penelitian.
Apabila peneliti
harus melakukan pengrusakan terhadap suatu objek penelitian, maka cukup
beralasan mempergunakan sampel sebagai andalan. Sebab, jika peneliti harus
melakukan pengrusakan tersebut terhadap populasi, maka akan sangat merugikan
c. Masalah biaya.
Semakin besar jumlah objek, terlebih apabila
objek tersebut tersebar diwilayah yang cukup luas akan membutuhkan dana yang
cukup besar.
d. Masalah waktu.
Penelitian dengan populasi selalu memerlukan waktu yang lebih lama dari pada
penelitian menggunakan sample. Maka jika waktu penelitian terbatas, maka penelitian menggunakan sample akan lebih efektif.
e. Masalah ketelitian.
Jumlah poplasi yang cukup banyak dapat mengundang kejenuhan dan kebosanan serta
kecerobohan.
f. Masalah ekonomis.
Peneliti hendaknya
selalu bertanya pada diri sendiri apakah hasil penelitian yang akan diperoleh
sepadan dengan penelitian, waktu dan tenaga yang digunakan. Apabila tidak
sebanding berarti tidak ekonomis apabila dilakukan penelitian populasi, maka
salah satu cara yang dipilih adalah dengan penelitian sampel.
Langkah-langkah dalam Penarikan Sampel
Menurut Ary, et al. (2010:149), langkah pertama dalam
penarikan sampel adalah menetapkan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan
akan diwakili oleh sampel di dalam penelitian. Populasi yang dijadikan sasaran
ini disebut sebagai populasi sasaran (target
population). Sebagai contoh, dalam penelitian mengenai sikap dan nilai-nilai
yang dimiliki oleh remaja Indonesia, maka populasi sasarannya adalah semua anak
laki-laki dan perempuan Indonesia yang berusia antara 12-18 tahun, asalkan
istilah remaja itu secara operasional telah dirumuskan sebagai periode antara
usia 12-18 tahun.
Namun, karena biasanya kita tidak mungkin mencapai
seluruh populasi sasaran, maka kita harus menetapkan ciri-ciri bagian populasi
yang dapat dijangkau, biasanya disebut populasi yang dapat dijangkau (accessible population). Dari populasi
yang dapat dijangkau inilah peneliti mengambil sampel bagi penyelidikannya.
Sifat populasi yang dapat dijangkau ini dipengaruhi oleh waktu dan sumber daya
peneliti. Misalnya, dalam penelitian mengenai sikap dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh remaja Indonesia, seorang peneliti mungkin menunjuk semua anak
laki-laki dan perempuan di Yogyakarta, atau bahkan terbatas di Kabupaten Sleman
saja, sebagai populasi yang dapat dijangkau.
Dari populasi yang dapat dijangkau ini, orang memilih
sampel sedemikian rupa, sehingga sampel tersebut mencerminkan populasinya.
Misalnya, jika anak remaja Yogyakarta ditetapkan sebagai populasi yang dapat
dijangkau, maka peneliti harus mengambil sampel anak remaja di seluruh
Yogyakarta. Atau jika yang dipilih sebagai populasi yang dapat dijangkau itu
adalah anak remaja yang tinggal di Sleman, maka sampel tersebut harus ditarik
dari kelompok ini.
Apabila sampel yang telah dipilih telah benar-benar
mewakili populasi yang dapat dijangkau, maka untuk melaksanakan proses
generalisasi tidaklah sulit. Prinsip umumnya adalah jika suatu sampel telah
dipilih sehingga merupakan contoh yang representatif bagi populasi yang dapat
dijangkau, maka hasil penyelidikan dari sampel tersebut dapat digeneralisasikan
kepada populasi. Sebagai contoh, apabila kita telah memilih suatu sampel
representatif dari anak remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta, maka
hasil penyelidikan terhadap sampel tersebut dapat dibuat generalisasi mengenai
sikap dan nila-nilai yang dimiliki oleh semua anak remaja laki-laki dan
perempuan di Yogyakarta.
Namun, membuat generalisasi dari populasi yang dapat
dijangkau ke populasi sasaran, biasanya mempunyai resiko yang lebih besar.
Keyakinan orang terhadap langkah ini tergantung pada kemiripan populasi yang
dapat dijangkau tersebut dengan populasi sasarannya. Dalam contoh di
atas,peneliti akan lebih yakin dalam melakukan generalisasi tentang sikap dan
nilai-nilai yang dimiliki oleh anak remaja, apabila yang ditetapkan sebagai
populasi yang dapat dijangkau itu adalah anak remaja di beberapa provinsi di
seluruh Indonesia, bukan hanya di Provinsi Yogyakarta saja. Dengan cara ini,
semua wilayah akan terwakili dan akan diperoleh suatu penarikan sampel yang
lebih memadai tentang sikap dan nila-nilai yang dimiliki oleh oleh remaja
tersebut.
Teknik Penarikan Sampel
Terdapat beberapa
jenis teknik penarikan sampel untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
a.
Probability Sampling
Menurut Sugiyono (2008:82) probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini sejalan dengan apa yang
dijelaskan oleh Ary, et al. (2010:150) : “probability sampling
is defined as the kind of sampling in which every element in the population has
an equal chance of being selected”. Kemungkinan masuknya setiap
elemen atau unsur populasi dalam penarikan sampel jenis ini terjadi secara
kebetulan dan diperoleh melalui seleksi acak.
Empat jenis probability
sampling yang paling sering digunakan dalam penelitian pendidikan adalah :
1. Simple Random Sampling
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:82) “a simple random sample is one in which each
and every member of the population has an equal and independent chance of being
selected”.
Menurut Ary, et al. (2010:150), simple random sampling merupakan teknik yang paling terkenal dari
kelompok teknik probability sampling.
Karakteristik dasar dari simple random sampling ini adalah bahwa semua anggota populasi memiliki
kesempatan yang sama dan independen
untuk diikutsertakan
dalam setiap sampel acak.
Jadi, penarikan sampel secara acak dapat diartikan
sebagai suatu metode pemilihan sampel dari suatu populasi dimana setiap anggota
populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel.
Langkah-langkah
dalam simple random sampling ini terdiri dari :
a.
Menentukan populasi.
b.
Mendaftar semua anggota populasi.
c.
Memilih sampel dengan menggunakan sebuah
prosedur dimana kebetulan belaka yang menentukan anggota mana pada daftar tersebut yang akan diambil sebagai sampel.
Menurut Arikunto (2010:180), beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam teknik simple random sampling ini adalah cara undian (untung-untungan), cara ordinal (tingkatan sama),
atau menggunakan tabel bilangan random. Sedangkan menurut Ary, et al.
(2010:150), cara yang lebih sistematis untuk memperoleh sampel acak adalah dengan
menggunakan tabel bilangan
acak atau tabel bilangan
random yang
mencakup serangkaian nomor, biasanya terdiri dari 4-6 digit, diatur dalam kolom dan baris.
Keuntungan
yang dapat diperoleh ketika peneliti menggunakan teknik simple
random sampling adalah hasil sampel yang dipilih secara acak tidak dipengaruhi oleh bias
(keinginan/prasangka) dari peneliti. Bilamana peneliti memakai metode ini, dan
berketetapan hati untuk memilih sampel sedemikian rupa, sehingga bias peneliti
tidak dapat berperan. Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menghindari
kesengajaan memilih subyek-subyek yang akan mengukuhkan hipotesis. Ia
membiarkan faktor kebetulan menjadi penentu unsure mana dalam populasi yang
akan menjadi sampel.
Hambatan yang sering dihadapi peneliti dalam menggunakan
teknik simple random sampling ini yaitu penarikan
sampel acak mengharuskan peneliti menghitung semua individu yang terdapat di
dalam populasi terhingga (finite
population) sebelum sampel itu ditarik. Jadi, teknik ini dapat digunakan jika ada kerangka sampel yang baik dan
lengkap yang memuat daftar nama semua anggota populasi. Kerangka sampel itu
harus akurat dan juga lengkap. Tidak boleh ada anggota populasi yang tidak
masuk dalam kerangka sampel itu karena bisa mengurangi kesempatan yang sama
dari anggota populasi.
Orang berharap sampel acak dapat menjadi contoh yang representative
bagi populasi induknya. Namun, pemilihan secara acak, khususnya dengan sampel
kecil, tidak mutlak menjamin diperolehnya sampel yang akan mewakili populasi
dengan baik. Pemilihan secara acak memang menjamin bahwa setiap perbedaan
antara sampel dan populasi induknya adalah akibat dari faktor kebetulan belaka,
dan bukan akibat bias peneliti. Perbedaan antara sampel dan populasinya tidak
bersifat sistematis. Dengan kata lain, dengan penarikan sampel acak, kesalahan
penarikan sampel (sampling error)
mempunyai peluang yang sama untuk menjadi negatif atau positif.
2.
Stratified
Sampling
Menurut Sukandarrumidi (2006:62) apabila populasi terdiri atas
lapisan atau beberapa tingkatan, dengan pertimbangan agar sampelnya mewakili
lapisan-lapisan pada populasi, maka cara pengambilan sampelnya dilakukan pada
setiap lapisan secara acak. Hal ini sejalan dengan pendapat Ary, et al.
(2010:153) bahwa apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau
lapisan (strata) yang mungkin mempunyai cirri-ciri berbeda, seringkali
dibutuhkan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan sampel
berlapis.
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:83) “Stractified random sampling is a process in
which certain subgroups, or strata, are selected for the sample in the same
proportion as they exis in the population”.
Menurut Vockel (Sevilla, et al, 2006:166) pengambilan sampel strata didefinisikan sebagai suatu teknik
pengambilan sampel,
degan cara ini sub-kelompok (strata) yang spesifik akan memliki jumlah yang
cukup mewakili dalam sampel,
serta menyediakan jumlah sampel sebagai sub-analisis dari anggota sub- kelompok tersebut.
Cara melakukan teknik acak stratifikasi
adalah mula-mula ditetapkan dulu strata (lapisan) yang
diinginkan, dan kemudian masukkan
tiap-tiap anggota populasi kedalam stratifikasi yang telah dibuat. Setelah itu baru ditarik sampel
sesuai dengan strata yang telah dibuat. Kita perlu menentukan karakteristik
atau strata mana yang kita pakai sebagai dasar untuk pengelompokan populasi.
Apakah populasi dikelompokan berdasarkan jenis pekerjaan, tingkat penghasilan,
tingkat pendidikan atau berdasarkan pertimbangan apa.
Menurut Sugiyono (2008:82-83), sampel acak stratifikasi terbagi kedalam dua jenis, yaitu :
1)
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota (unsur) yang heterogen dan berstrata secara proporsional.
2)
Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
Jenis
atau prosedur mana yang digunakan akan tergantung pada sifat masalah
penelitiannya. Jika yang ditekankan adalah jenis perbedaan di antara
lapisan-lapisan itu, maka dipilih kasus dalam jumlah yang sama dari tiap-tiap
lapisan. Apabila yang dipentingkan adalah karakteristik seluruh populasi, maka
penarikan sampel secara proporsional akan lebih tepat.
Beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh ketika peneliti menggunakan teknik Stratified
Sampling adalah peneliti dapat
mempelajari perbedaan yang mungkin ada di antara berbagai macam sub-grup dari
sebuah populasi. Teknik ini memungkinkan peneliti menetapkan seberapa jauh
setiap lapisan dalam populasi terwakili di dalam sampel. Peneliti dapat
mengambil jumlah yang sama dari setiap lapisan, atau memilih sesuai dengan
perbandingan besar-kecilnya lapisan dalam populasi. Menurut Ary, et al.
(2010:154) kelebihan utama dari teknik ini adalah bahwa penarikan smapel ini
menjamin terwakilinya kelompok-kelompok tertentu yang ada di dalam populasi.
Ketika
populasi yang akan disampelkan
tidak homogen tetapi terdiri dari beberapa sub kelompok, stratified
sampling dapat memberikan
sampel yang lebih representatif dibandingkan simple random sampling .
3. Systematic Sampling
Menurut Sukandarrumidi (2006:61) cara ini dilakukan dengan menggunakan interval tertentu. Seperti
halnya pada random sampling, setiap anggota populasi mempunyai peluang yang
sama, tetapi di dalam systematic random sampling ditambah dengan interval tertentu.
Menurut Fraenkel and Wallen (1993:85) “in
a systematic sample, every n-th individual in the population list is selected
for inclusion in the sample”.
Vockell (Sevilla, et al. 2006:165) mendefinisikan pengambilan sample
secara sistematis sebagai strategi untuk memilih anggota sample yang hanya
dibolehkan melalui peluang dan suatu “sistem” untuk menemukan keanggotaan dalam
sample.
Menurut Sugiyono (2008:84) sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan
dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi
yang terdiri dari 100 orang, diberi nomor urut 1 sampai dengan 100. Pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan
dari bilangan tertentu.
Ary, et al. (2010:154-155) menjelaskan tentang cara melakukan systematic
sampling adalah mula-mula
ditetapkan terlebih dahulu berapa jumlah subyek yang dikehendaki di dalam
sampel (n). Karena jumlah seluruh anggota populasi (N) sudah diketahui, maka
selanjutnya hanya perlu membagi N itu dengan n untuk memperoleh interval
penarikan sampel (k) yang akan digunakan dalam daftar populasi. Anggota sampel
yang pertama dipilih secara acak dari interval yang pertama, dan kemudian
secara sistematis setiap anggota yang ke-k dari populasi tersebut diambil
sebagai sampel. Sebagai conto, andaikan suatu populasi terdiri atas 500 subyek,
sedangkan besar sampel yang diinginkan adalah 50, maka k = N/n = 500/50 = 10.
Dengan demikian, kasus (orang) pertama yang akan dijadikan sampel dapat diambil
secara acak dari sepuluh kasus yang pertama. Selanjutnya, setiap kasus ke
sepuluh berikutnya akan dipilih sebagai anggota sampel. Misalkan, pilihan
pertama itu adalah nama atau nomor ketiga. Kemudian peneliti menambahkan
interval penarikan sampel k, yaitu 10, pada angka 3, sehingga orang ke-13 akan
masuk ke dalam sampel. Demikian pula orang ke-23, ke-33, dan seterusnya sampai
akhir daftar itu.
Penarikan sampel secara sistematis berbeda dengan penarikan sampel acak
sederhana (simple random sampling) karena
adanya berbagai pilihan yang tidak bebas. Begitu kasus pertama terpilih, maka
semua kasus yang dimasukkan ke dalam sampel selanjutnya telah ditentukan secara
otomatis.
Apabila daftar populasi telah disusun secara acak, maka penarikan sampel
secara sistematis akan menghasilkan sampel yang secara statistic dapat dianggap
sebgai pengganti yang layak bagi sampel acak. Akan tetapi, jika daftar populasi
itu disusun secara alfabetis misalnya, maka ada kemungkinan bahwa setiap
anggota yang ke-k mempunyai cirri unik yang dapat mempengaruhi variabel terikat
dari penelitian itu. Akibatnya, akan diperoleh sampel yang bias atau timpang.
Penarikan sampel secara sistematis dari daftar yang disusun secara alfabetis
mungkin tidak akan menghasilkan sampel yang representative tentang berbagai
macam suku bangsa, karena ada suku-suku bangsa tertentu yang cenderung
mengelompok pada huruf-huruf tertentu, sedangkan interval penarikan sampel
mungkin akan melewati atau setidak-tidaknya, tidak cukup banyak mengambil
suku-suku bangsa tersebut.
4. Cluster Sampling
Menurut Sugiyono (2008:83), cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila objek
yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Misalnya penduduk dari suatu
negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan
dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi
yang telah ditetapkan. Teknik penarikan sampel ini sering digunakan melalui dua tahap yaitu menentukan
sampel daerah, dan menentukan orang-orang pada daerah itu secara sampling juga.
Teknik ini disebut juga dengan teknik penarikan acak bertingkat (multistage random sampling).
Menurut
Sukandarrumidi (2006:63) dalam cluster random sampling yang menjadi unit sampling adalah kelompok,
bukan unsur sampling itu sendiri. Maka dalam cara ini dilakukan pengambilan
sample secara bertahap (lebih dari satu tahap) atau dikenal dengan multistage random sampling.
Pada
tahap I dipilih beberapa kelompok dari semua kelompok yang ada. Pada tahap II
dipilih kelompok yang lebih kecil dibandingkan dari kelompok yang sudah dipilih, atau
dapat diambil dari unsur-unsurnya, tergantung pada sifat populasi.
Menurut
Fraenkel and Wallen (1993:85) “cluster
sampling is similar to simple random sampling except that groups rather than
individuals are randomly selected”.
Menurut
Vockell (Sevilla, et al,
2006: 167) pengambilan sample secara kluster dilakukan apabila peneliti
menyeleksi anggota sample dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu
secara terpisah.
Keuntungan yang diperoleh ketika peneliti
menggunakan teknik ini adalah peneliti tidak perlu mendaftar semua anggota
populasi sasaran untuk kemudian memilih sampel di antara mereka. Namun,
peneliti hanya perlu mendaftar semua anggota dari kelompok yang telah terpilih
secara acak sebagai sampel.
Kelompok yang benar-benar dimasukkan ke dalam penyelidikan
perlu sekali dipilih secara acak dari populasi kelompok. Jika hanya satu
kelompok saja yang dipakai, maka hasil penyelidikannya tidak dapat
digeneralisasikan kepada populasi. Persyaratan prosedural lainnya adalah bahwa
sekali suatu kelompok telah terpilih, maka semua anggota kelompok tersebut
harus dimasukkan ke dalam sampel.
Menurut Ary, et al. (2010:154) kesalahan
penarikan sampel dalam sampel berkelompok jauh lebih besar daripada dalam
penarikan sampel acak yang sejati (true
random sampling). Hal penting lain yang perlu diingat adalah jika jumlah kelompok (cluster) kecil, maka kemungkinan kesalahan penarikan sampel akan besar, bahkan jika jumlah subyek (dalam sampel) besar.
b. Nonprobability
Sampling
Ary, et al. (2010:155) menjelaskan bahwa dalam banyak situasi penelitian, penghitungan anggota atau unsur-unsur populasi yang merupakan kebutuhan dasar dalam probability
sampling adalah sulit, jika tidak mustahil dilakukan. Atau kepala sekolah mungkin tidak mengizinkan seorang peneliti untuk mengambil sampel acak siswa untuk belajar tetapi akan mengizinkan penggunaan kelas-kelas tertentu. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan nonprobability
sampling, yang melibatkan prosedur nonrandom untuk memilih anggota sampel. Pada nonprobability
sampling, tidak ada jaminan bahwa setiap anggota atau unsur dalam populasi memiliki kesempatan untuk disertakan atau
dipilih sebagai sampel. Keuntungan utama dari nonprobability sampling adalah kenyamanan dan ekonomis.
Menurut Sukandarrumidi (2006:63), dalam
nonprobability sampling, kemungkinan
sesuatu untuk terpilih menjadi anggota sample tidak diketahui. Oleh karena itu,
smapel yang diambil tidak dapat dikatakan sebagai sampel yang mewakili sehingga
sulit apabila dipergunakan untuk melakukan generalisasi di luar sampel yang
diteliti.
Menurut Sugiyono (2008:84) nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Nonprobability sampling biasanya digunakan jika peneliti tidak mempunyai data
pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen
populasi, sehingga akibatnya hasil penelitian tersebut tidak bisa
digeneralisasikan. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan
karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan
oleh peneliti.
Beberapa jenis teknik dari nonprobability sampling adalah :
1.
Convenience
Sampling
Disebut juga accidental sampling. Menurut Sukandarrumidi (2006:63-64) pada metode ini anggota sample yang
diambil tidak direncanakan terlebih dahulu tetapi didapat/dijumpai secara
tiba-tiba. Menurut Sevilla, et al. (2006: 168), strategi pengambilan sample dengan cara convenience sampling didasarkan atas
kemudahan dari arah peneliti dalam meneliti/memperoleh data. Hal ini sejalan
dengan pendapat Fraenkel and Wallen (1993: 87), “a convience sample is a group of individuals who (conveinve) are
available for study”.
Beberapa contoh dari convenience
sampling, misalnya :
-
Penelitian yang dilakukan oleh seorang manager
restoran yang ingin menemukan bagaiman perasaan konsumen terhadap pelayanan
yang diberikan oleh restoran tersebut. Maka pada suatu pagi, manager itu
berdiri di depan pintu restoran dan langsung mewawancarai 50 konsumen pertama
yang keluar dari restoran tersebut.
-
Seorang reporter berita dari stasiun televisi
local yang mewawancarai beberapa warga yang ditemui di sebuah jalan, untuk
mengetahui pendapat masyarakat tentang kenaikan harga BBM.
Tahapan yang dilakukan dalam teknik ini adalah :
Tahap I : Tentukan kriteria dari populasi yang
diinginkan
Tahap II : Peneliti
langsung mengumpulkan informasi dari unit sampling yang didapatkan. Setelah
jumlah sampel terpenuhi, pencarian data dihentikan.
Ary, et all. (2010:156) berpendapat bahwa convenience sampling merupakan teknik
penarikan sampel yang paling lemah, karena sampel yang diambil tidak bersifat representatif
terhadap populasi aslinya, sehingga hasil yang diperoleh dari penyelidikan
sampel tersebut juga tidak dapat digeneralisasikan kepada populasi.
Menurut Fraenkel and
Wallen (1993:87), keuntungan pasti yang dapat diperoleh dari penggunaan teknik
ini adalah mudah. Namun, kelemahan utama dari teknik ini adalah sangat
memungkinkan sampel menjadi bias.
2. Quota Sampling
Cara
ini mirip dengan cara sratified random sampling dimana tiap lapisan dalam populasi harus diwakili dengan proporsi yang
sama (Sukandarrumidi, 2006:61). Dalam quota sampling,
untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan. Menurut Vockell (Sevilla, dkk, 2006:168), dalam
pengambilan sample secara kuota, peneliti mengidentifikasikan kumpulan
karakteristik penting dari populasi dan kemudian memilih sample yang diinginkan
secara non-acak. Hal ini diasumsikan bahwa sample-sample yang diambil sesuai
dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan.
Menurut Ary, et al. (2010:157), quota
sampling melibatkan pemilihan kasus tipikal dari berbagai strata populasi
. Kuota didasarkan pada karakteristik yang diketahui dari populasi yang ingin digeneralisasikan. Misalnya, jika hasil sensus menunjukkan bahwa
25 persen dari penduduk suatu kehidupan perkotaan di pinggiran kota ,
maka 25 persen sampel harus datang dari pinggiran kota.
Berikut adalah langkah-langkah dalam quota
sampling :
1.
Menentukan jumlah variabel untuk digunakan sebagai dasar penentuan stratifikasi. Variabel seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, dan kelas sosial adalah variabel yang sering digunakan . Dalam hal ini, jumlah populasi tidak diperhitungkan,
akan tetapi diklasifikasikan dalam beberapa kelompok.
2.
Sampel diambil dengan
memberikan jatah atau quota tertentu pada setiap kelompok yang seolah-olah masing-masing
berperingkat sebagai sub-populasi.
3.
Setelah jatahnya
untuk setiap kelompok atau sub-kelompok terpenuhi, maka pengumpulan data
dihentikan.
Contoh : penelitian dengan
mempergunakan ibu rumah tangga sebagai unit sampling, untuk mengetahui
pendapatnya tentang harga bahan pangan pokok menjelang hari-hari lebaran. Untuk
itu keluarga dikelompokkan menjadi beberapa sub-populasi :
-
Golongan petani
-
Golongan pedagang
-
Golongan pegawai
Kemudian setiap sub-populasi
diberi jatah tertentu walaupun jumlah masing-masing sebagai populasi tidak
diketahui. Akhirnya setiap ibu rumah tangga dari sub-populasi itu dihubungi
sebagai sumber data sampai jumlahnya sesuai dengan jatah masing-masing.
Menurut Ary, et al. (2010:157), kelemahan
utama quota sampling terletak pada
pemilihan individu dari
setiap strata. Peneliti tidak
tahu apakah individu yang dipilih dapat
mewakili (representatif) terhadap strata yang diberikan. Pemilihan unsur atau elemen cenderung berdasarkan aksesibilitas dan kenyamanan.
Jika Anda memilih 25 persen dari ibu rumah tangga di pusat kota untuk disurvei, Anda mungkin lebih memilih untuk pergi ke rumah-rumah yang
menarik daripada yang bobrok,
atau ibu rumah tangga
yang lebih mudah diakses, atau
ibu rumah tangga yang ada di rumah pada siang hari, dan seterusnya. Prosedur tersebut otomatis mengakibatkan bias sistematis dalam sampel
karena unsur-unsur tertentu akan
menjadi tidak representatif.
menjadi tidak representatif.
Selain itu, tidak ada dasar untuk menghitung kesalahan yang terdapat dalam quota sampling. Meskipun terdapat kekurangan,
namun banyak
yang percaya bahwa kecepatan pengumpulan data dapat melebihi kerugian atau kekurangan dari
teknik ini, serta pengalaman bertahun-tahun dengan menggunakan teknik
ini telah
memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi beberapa jebakan dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarinya.
3.
Purposive
Sampling
Menurut Sugiyono (2008:85), sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Dengan demikian peneliti secara sengaja dengan
argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya akan
melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah
orang yang ahli makanan. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian
kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.
Menurut Sukandarrumidi (2006:65) pada purposive sampling,
yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan
pengumpulan data yang berdasarkan atas pertimbangannya sesuai dengan maksud dan
tujuan penelitian. Menurut Fraenkel and Wallen (1993:88), “purpose
sampling use their judgement to select a sample which they believe, based on
prior information, will provide the data they need”.
Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam mempergunakan teknik
ini, yaitu :
1. Pengambilan sampel
disesuaikan dengan tujuan penelitian
2. Jumlah atau ukuran
sampel tidak dipersoalkan
3. Unit sampel yang
dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan
berdasarkan tujuan penelitian.
Contoh :
Suatu penelitian tentang Undang-Undang Lalu Lintas
Jalan Raya di Yogyakarta. Sampel yang dipergunakan diambil dari orang-orang
yang mengendarai kendaraan bermotor AB, dan mempunyai SIM dari Kapolwil
Yogyakarta. Di luar kriteria tersebut tidak diambil sebagai unit sampling.
Setelah jumlah sampel dianggap cukup, pengumpulan data dihentikan dan
selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Menurut Arikunto (2010:183), keuntungan dari
penggunaan teknik ini terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data
sesuai dengan variabel yang diteliti. Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa
peneliti melakukan kesalahan dalam menentukan sampel yang representatif atau
sampel yang dapat memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain
itu, kelemahannya adalah bahwa peneliti tidak dapat menggunakan statistic
parametik sebagai teknik analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan
random.
4. Snowball Sampling
Menurut Sugiyono (2008:85), snowball
sampling adalah teknik
penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola
salju yang menggelinding lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel,
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan 2 orang ini
belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh
dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.
Teknik ini banyak digunakan pada penelitian kualitatif.
Menurut Sukandarrumidi (2006:65), pada cara ini ditentukan terlebih dahulu kriteria orang yang akan dijadikan anggota sampel. Selajutnya orang pertama yang menjadi unit
sampel ditentukan. Orang tersebut menjadi sumber informasi tentang orang-orang
lain yang layak dijadikan sampel. Begitu terus hingga informasi yang diinginkan
terpenuhi (dirasakan cukup).
1.
Menentukan Ukuran Sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil
menjadi persoalan yang penting ketika jenis penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang
menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu karena
yang lebih penting adalah kekayaan informasi. Walaupun jumlahnya sedikit, tetapi
jika kaya akan informasi maka sampelnya lebih bermanfaat. Beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam menentukan ukuran sampel yaitu:
1. Derajat keseragaman
2. Rencana analisis
3. Biaya, waktu dan tenaga yang tersedia
Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan, yaitu :
1. Akurasi atau ketepatan
Tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan)
dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam
sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau
kekeliruan adalah populasi.
Tidak ada keragaman pengukuran yang
disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang
menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh,
jika ingin mengetahui rata-rata prestasi belajar siswa, lalu yang dijadikan
sampel adalah siswa-siswa yang dari kelas unggulan saja, maka hasil atau skor
yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang
diambil secara sistematis.
2. Presisi
Kriteria kedua sampel yang baik adalah
memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana
estimasi kita dengan karakteristik populasi. Makin kecil tingkat perbedaan di
antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat
presisi sampel tersebut.
Pada kenyataannya belum pernah ada sampel
yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam
setiap penarikan sampel senantiasa melekat kesalahan-kesalahan yang dikenal
dengan “sampling error”.
Baiky
(Sukandarrumidi, 2006:54)
mengemukakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan
statistik,
jumlah sample paling sedikit adalah 30, walaupun diakui juga bahwa penelitian menganggap jumlah
sample sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum.
Menurut Ary, et al. (2010:157) sebuah sampel
yang lebih besar akan lebih baik (lebih representatif) terhadap sebuah populasi
dari pada sampel yang lebih kecil. Tetapi, bagaimanapun juga karakteristik yang
paling penting dalam sebuah sampel adalah representatifnya, bukan ukurannya.
Misalnya, 200 sampel random akan lebih baik dari 100 sampel random, tetapi 100
sampel random akan lebih baik dari 2,5 juta sampel bias.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ary, Donald, et al. 2010. Introduction
to Research in Education. Canada : United States Copyright Act.
Fraenkel,
Jack R. and Norman F. Wallen. 1993. How to Design
and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Sevilla,
Consuelo G., et al. 2006. Pengantar
Metode Penelitian. (Diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu) Jakarta: UI-Press.
(Buku asli diterbitkan tahun 1984).
Sugiyono. 2008. Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian : Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Wiersma, William and Stephen G. Jurs. 2009. Research Methods in Education. USA :
Pearson Education, Inc.