Refleksi ini
merupakan refleksi dari pertemuan ketujuh perkulian filsafat Ilmu oleh Prof.
Dr. Marsigit, M.A. pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 pukul 11.10 - 12.50 WIB di
R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada pertemuan
kali ini seperti biasa pertemuan diawali dengan tes jawab singkat menembus
ruang dan waktu sebanyak 50 soal berikut paparannya:
1.
Spiritualnya Material = Ciptaan Tuhan
2. Materialnya
Spiritual = Perangkat Ibadah
3. Spiritualnya
Formal = Doa
4. Formalnya
Spiritual = Ritual
5. Spiritualnya
Normatif = Logika Tuhan
6. Normatifnya
Spiritual = Ilmu
7. Spiritualnya
Wadah = Ciptaan Tuhan
8. Wadahnya
Spiritual = Agama
9. Spiritualnya
isi = Ciptaan Tuhan
10. Isinya
Spiritual = Kuasa Tuhan
11. Normatifnya
Material = Ilmu Pengetahuan
12. Materialnya
Normatif = museum
13. Normatifnya
formal = Ilmu hukum
14. Formalnya
normatif = perayaan
15. Psikologinya
Material = Gejala Material
16. Materialnya
Psikologi = Tindakan Psikologi
17. Spiritualnya
Logika = Logika Tuhan
18. Logikanya
Spiritual = Kajian Spiritual
19. Spiritualnya
Pengalaman = Kehendak Tuhan
20. Pengalamannya
Spiritual = Ibadah
21. Spiritualnya
Konsisten = Ketetapan Tuhan
22. Konsistennya
Spiritual = Istiqomah
23. Spiritualnya
Analitis = Tuhan Maha Konsisten
24. Analitisnya
Spiritual = Kuasa Tuhan
25. Spiritualnya
A priori = Berfikir untuk beribadah
26. A priorinya
Spiritual = Keyakinan
27. Spiritualnya
Sintesis = Kehendak Tuhan
28. Sintesisnya
Spiritual = Surga
29. Spriritualnya
Identitas = Monisme
30. Identitasnya
Spiritual = Esa
31. Spiritualnya
Kontradiks = Kuasa Tuhan
32. Kontradiksinya
Spiritual = Ciptaan Tuhan
33. Normatifnya
Analitis = Metakognisi
34. Analitisnya
Normatif = Normatif
35. Normatifnya
A priori = Metakognisi
36. A priorinya
Normatif = A priori
37. Normatifnya
Sintetis = Sebab Akibat
38. Sintetisnya
Normatif = Sintetik
39. Spritualnya
A Posteriori = Keagungan Tuhan
40. A
Posteriorinya Spiritual = Ibadahnya Anak Kecil
41. Spiritualnya
Transenden = Kuasa Tuhan
42. Transendenya
Spiritual = Petunjuk Tuhan
43. A posteriorinya
Analitis = Pengalaman
44. Analitisnya
A Posteriori = Posteriori
45. Normatifnya
Analitis = Logika Para Dewa
46. Analitisnya
Normatif = Normatif
47. Formatifnya
Transenden = Pertunjukan Wayang
48. Transendenya
Formatif = Ketentuan Para Dewa
49. Transendenya
Khayalan = Ridho Tuhan
50. Transendenya
Spiritual = Cerpen Spiritual.
Setelah melakukan tes jawab singkat mahasiswa diberi
kebebasan untuk bertanya mengenai apapun yang ingin ditanyakan
Pertanyaan
Mahasiswa:
Bagaimana
pandangan filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu?
Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, MA.:
Dari segi filsafat
pemimpin adalah struktur dunia yang berdimensi. Pemimpin itu merupakan dewa
bagi yang dipimpin. Pemimpin merupakan dewa bagi orang yang dipimpin. Sehingga
Logika Para Dewa berarti Logika Para Pemimpin. Contohnya kita merupakan dewa
bagi adik kita dan adik kita merupakan transenden bagi diri kita. Dewa juga
berstruktur ada dewa raja dan ada dewa prajurit. Pemimpin adalah hubungan antara subyek dan
predikat. Agar mempunyai dimensi lebih tinggi diperlukan pikiran dan
pengalaman. Bentuk formal dari seorang pemimpin yaitu meningkatkan dimensi.
Misal mencari pengalaman dengan melanjutkan kuliah karena sebenar-benar hidup
adalah menuju dimensi yang lebih tinggi. Dengan meningkatkan dimensi tak berarti
semakin hari kita semakin hebat ada fasenya orang yang semakin lama semakin
lupa. Lupa merupakan adalah perubahan
siklik. Perubahan yang wajar bagi setiap manusia. Fase siklik di negeri Barat
merupakan diagram lurus (open ended) yang memiliki ended yang terbuka sehingga
tidak mengerti hidupnya mau kemana ujungnya mau kemana dan tujuannya kemana.
Siklik terluar di negeri kita adalah Spriritualitasme yang berpengang teguh
pada keyakian masing-masing dan dipayungi oleh spriritualisme masing-masing.
Sehebat-hebat pikiran maka berhentilah dan mulai mengambil air wudhu kemudian
sholat bagi umat muslim dan beribadah yang lain sesuai dengan keyakinan agama
masing-masing. Sebenar-benar manusia adalah tidak ada yang lengkap dan sempurna
menjatuhkan sifat. Misal pandangan manusia jika lengkap maka manusia tidak akan
mampu untuk hidup. Manusia diberi kesempurnaan pandangan saja tidak akan hidup.
Maka sebenar-benar manusia bersifat determinis yaitu menentukan sesuai dengan
kemampuan kita. Maka jadi pemimpin haruslah bijak tidak boleh semena-mena
menjatuhkan fatwa dan seorang pemimpin harus punya kemampuan kepimpinan dan
harus berlandaskan dengan agama.
Pertanyaan
Mahasiswa:
Bagaimana
cara kita agar ikhlas menembus ruang dan waktu?
Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, MA.:
Cara
agar ikhlas adalah sesuai dengan hukum Tuhan dan SunnatullahNya Menembus ruang
dan waktu agar ikhlas sesuai kodratnya. Iklhas satu level lebih bawah dari
spiritual . Maka sebenar-benar keikhlasan menembus ruang dan waktu itu adalah
keikhlasan itu sendiri. Karena keihlasan merupakan salah satu kodrat Tuhan maka
jalanilah hidup ini sesuai dengan kodratnya.
Pertanyaan
Mahasiswa:
Apa
Bedanya Dewa dengan Powernow?
Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, MA.:
Ayam adalah
dewanya cacing, cacing dewanya tanah sebab cacing makan tanah dan diri kita
adalah dewa bagi adik kita masing-masing serta Dosen adalah dewa bagi. Maka
yang dimaksud dengan dewa adalah subjek. Di dunia ini amerika adalah negara
dewa seperti halnya cina dan rusia, sedangkan indonesia adalah daksa, sebab
indonesia tidak memiliki kekuatan apapun dibandingkan ketiga negera ini.
Jika dewa ini diturunkan pada kajian sosial politik maka jadilah powernow.
Istilah powernow ini dibuat oleh mereka sendiri dengan struktur dari yang
terkecil dimulai dari archaic, tribal, feudal, tradisional, moderen, post
moderen, post post modern (kontemporer). Dalam zaman kontemporer ini yang
bertindak sebagai dewa adalah sang powernow yang memiliki kekuasaan seperti
Amerika dengan Barack Obama sebagai dewanya.
Pertanyaan
Mahasiswa:
Bagaimana
filsafat memaknai perbedaan keyakinan?
Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, MA.:
Agama itu
berdimensi dimulai dari material, formal, normatif dan spritual. Maka untuk
menyiasatinya adalah harus sesuai dengan ruang dan waktu serta dimensinya. Oleh
karena itu, ketika beribadah maka setiap diri kita akan beribadah sesuai dengan
kepercayaan dan keyakinan kita masing-masing. Kemudian ini turun dalam bentuk
ilmu bidang seperti ilmu politik, ketatanegaraan maka indonesia memiliki dasar
negara yaitu pancasila. Pancasila memiliki falsafah monodualisme. Monodualism
adalah menitik beratkan pada hubungan manusia dengan manusia Hablumminanasdan
hubungan manusia dengan tuhannya habluminaallah. Walaupun pancasila selalu
dihujat dan lain sebagainya maka akan tetap relevan dengan kepribadian bangsa
kita sebagai bangsa yang toleran. Toleran bermaksud menghargai setiap
perbedaan. Mengapa hal ini harus terjadi? Sebab sebenar-benar manusia turun
kebumi tidak ada yang sama. Untuk mencari sebuah kesamaan maka harus
disesuaikan dengan semestanya masing-masing. Maka budaya itu mencerdaskan dan
mempunyai ilmu pengetahuan.
Refleksi ini merupakan refleksi perkuliahan
Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. hari Selasa, 20 Oktober 2015 pukul
11.10 - 12.50 WIB di R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta. Pada sesi pertama perkuliahan ini diawali dengan tes jawab singkat
dengan tema “Menembus Ruang dan Waktu”. Berikut merupakan rangkuman dari tes
jawab singkat:
1.
Ontologinya Batu : Wadah Dan Isi.
2. Metafisikanya Batu : Yang Ada Dan Yang Mungkin Ada.
3. Epistimologi Batu : Sumber, Pembenaran, Dan Manfaat.
4. Fatalnya Batu : Absolut/Kepastian.
5. Vitalnya Batu : Subjek Batu Yang Beriktiar.
6. Ketetapan Batu : Kuasa Tuhan.
7. Relatifnya Batu : Batu-Batuan
8. Spiritualnya Batu : Tasbih.
9. Normatifnya Batu : Macam-Macam Batu.
10. Estetikanya Batu : Cincin, Batu Hias, Atau Akik.
11. Formalnya Batu : Batu Peresmian, Monumen,
Prasasti.
12. Determinisnya Batu Batu Besar Menimpa Batu Kecil.
13. Potensinya Batu : Potensi Untuk Pecah.
14. Abstraksinya Batu : Sifat-Sifat Batu Itu Sendiri.
15. Idealnya Batu : Hajar Aswad.
16. Materialnya Batu : Bahan Atau Material Pembentuk
Dari Batu.
17. Analitiknya Batu : Banyak Batu.
18. Apriorinya Batu : Magma
19. Sintetiknya Batu : Semen.
20. Aposteriorinya Batu : A Batu Sandung.
21. Reduksinya Batu : Jatuh.
22. Analoginya Batu : Kepala Batu.
23. Harmoninya Batu : Seimbang
24. Wadahnya Batu : Gunung
25. Isinya Batu : Kerikil
26. Sebabnya Batu : Sebab Utama Dan Sebab Prima
27. Batu : Predikat/Sifatnya
28. Dialegnya Batu : Benturan
29. Sejarahnya Batu : Menemus Ruang Dan Waktu
30. Skeptisnya Batu : Gempa
31. Kesadaran Batu : Dipersepsi Subjeknya
32. Khayalan Batu : Dikhkayalkan Oleh Subjeknya
33. Bercintanya Batu : Batu Tidak Mampu Bercinta, Maka Yang
Bercinta Subjeknya Batu.
34. Utilitarianya Batu : Ada, Pengada Dan Mengada.
35. Teologinya Batu : Masa Depannya Batu.
36. Transendennya Batu : Rumah Para Dewa
37. Realismenya Batu : Penampakan Batu
38. Konsistennya Batu : Sekali Batu Tetap Batu
39. Korespondensi Batu : Sama-Sama Dipersepsi
40. Jiwanya Batu : Jiwa Subjeknya Batu.
41. Ideologinya Batu : Tembok Berlin
42. Kontradiksinya Batu : Batu Apung
Setelah
Tes Jawab singkat diberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya
Pertanyaan:
Bagaimana penjelasan dari dimensi batu yang
terdiri atas spritual, normatif, formatif dan material?
Jawaban dari Prof. Marsigit:
Struktur yang disebutkan tadi hanyalah satu dari bermilyar-milyar struktur dari
yang Ada dan yang Mungkin Ada. Struktur tersebut selain banyak juga beragama
jenisnya, juga memiliki struktur. Kita ambil contoh saja pergantian siang dan malam itu adalah struktur yang
semua orang bahkan tumbuh-tumbuhan mengalaminnya. Selain itu, struktur
juga bisa berupa yaitu Atas dan Bawah,
kiri dan Kanan ataupun jauh dan dekat. Mengapa? Sebab berfilsafat itu
adalah intensif
(sedalam-dalamnya) dan ekstensif
( seluas-luasnya). Maka sebenar-benar
hidup adalah hidup menuju baik dan sukses. Orang yang baik dan sukses
banyak adanya maka kategori baik dan sukses dapat direduksi baik dan sukses
pada umumnya. Dewasa ini mahasiswa
yang sukses adalah mahasiswa yang mempunyai leptop dan HP. Kesuksesan dewasa
ini yaitu saat anda lulus ujian. Jika ingin sukses secara filsafat haruslah
dapat sopan dan santun terhadap ruang
dan waktu. Hal ini bukan merupakan sesuatu yang tetap, tetapi sesuatu
yang dinamik atau keseimbangan antara diam dan tetap atau dalam filsafat
disebut menembus ruang dan waktu. Menembus
ruang dan waktu bukan hanya dilakukan bagi yang hidup seperti manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan, tetapi yang tidak hidup seperti batu juga dapat menembus
ruang dan waktu sebab sadar atau tidak sadar batu juga mengikuti alur waktu
serta yang dapat menyadarinya adalah subjek
batu. Bagaimana manusia menembus ruang waktu? Itulah yang menjadi
masalah. Untuk menembus ruang dan waktu maka kita memerlukan perbendaharaan
kata. “sebenar-benar dunia adalah
bahasa”. Maka dalam filsafat bahasa adalah analitik dan dunia adalah
kata-kata. “sebenar-benar dunia
menunjukan kata-katamu”, oleh karena itu berhati-hatilah berkata-kata. Dunia keatas adalah spritual maka
kata-kata adalah doa, jika dilihat dari sisi spritualitas. Begitu pula ketika
marah, seorang pemarah itu determinism, determinis menembus ruang dan waktu
yang salah. Maka perjuangan hidup yang benar adalah menembus ruang dan waktu
yang bijaksana. Selain itu, menembus ruang dan waktu salalu berbeda. Jika
diekstensikan maka masih banyak lagi yang lainnya, seperti bilangan.
Spritualmnya bilangan?, normatifnya bilangan?. Ini adalah kondisi yang berbeda
dengan batu, sebab secara ontologi, batu berada diluar pikiran dan bilangan ada
didalam pikiran. Batu dan bilangan yang digunakan
untuk mensimulasikan dunia, berarti bahwa filsafat dapat membangun dunia dari
yang ada dan yang mungkin ada. Agar
dapat membangun dunia maka harus memiliki keterampilan menembus ruang dan
waktu. Untuk menembus waktu dengan baik dan benar maka diperlukan
perbendaharaan kata. Misalnya, kata percaya.percayaan ini ada dalam hubungan
antara subjek dan objek. Antara wadah dan isi dan metode yang digunakan dalam
kepercayaan adalah validitas serta kepercayaan terhadap suatu data adalah
validitas konstruk. Validitas isi, valitas pada karya ilmuah adalah validator.
Pertanyaan:
Bagaimana pandangan filsafat tentang ketidak percayaan terhadap orang lain?
Jawaban dari Prof Marsigit:
Ketika berbicara maka percaya ada didalam dan ada diluar. Jika subjeknya
adalah diri kita maka selali diri kita adalah objeknya dan berada diluar. Percaya
didalam hati naik ke pikiran, benar didalam pikiran turun kehati, maka
dalam berfilsafat ini berati proses mencari kepastian dan mencari kebenaran,
ketika mencari kepastian dan
kebenaran itu maka diri telah menembus ruang dan waktu yang salah atau
dapat disebut mitos, kecuali kepastian itu sebagai keyakinan
dalam spritualitas. Jika tidak
maka jadilah mitos. Mitos artinya terbatas apa yang dipikirkan kaitannya dengan
urusan dunia. Itulah sebabnya dalam filsafat membongkar kepastian-kepastian
itu. Jika diturunkan keranah psikologi, interaksi antara hati dan pikiran
menghasilkan interaksi, fenomena dan aktifitas. Tidak percaya punya aliran
dalam filsafat yaitu skeptisme dengan tokoh Renedscartes. Renedescartes memiliki pengalaman ketika bermimpi
yang khusu, intensif dan bahkan tidak dapat membedakan ini mimpi atau nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar